Label

Sabtu, 23 April 2011

Aktualisasi Wawasan Nusantara

BAB I
PENDAHULUAN


1. Latar Belakang Masalah
            Indonesia merupakan negara dengan penduduk ke-4 terbesar di dunia. Negara ini memiliki potensi yang begitu besar untuk menjadi negara maju dan menghadapi era globalisasi dengan gagah berani. Dengan struktur geografi yang terdiri atas belasan ribu pulau dan tujuh pulau utama serta ribuan kepulauan, Indonesia memiliki sumber kekayaan alam yang tiada taranya dengan negara – negara lain. Ditambah lagi dengan posisi silang Indonesia yang sangat strategis dan prestisius, yaitu karena Indonesia berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia; serta dua samudra, yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Namun keadaan yang terlihat sekarang ini menunjukkan bahwa negara yang telah 65 tahun merdeka ini sesungguhnya belum benar – benar merdeka. Ideologi bangsa yang merupakan acuan dasar untuk bertindak, yaitu Pancasila bahkan telah dilupakan oleh sebagian besar warga negara. Kecenderungan untuk mengikuti ideologi asing telah mewabah di seluruh penjuru nusantara. Sementara kondisi politik yang memprihatinkan semakin membuyarkan mimpi Indonesia untuk menjadi negara maju. Kekotoran politik serta simpang siur arah pembangunan oleh pemerintah menjadikan negara ini bergerak tidak terarah. Keadaan ekonomi di negara ini juga tidak membuat lega, kemiskinan merajalela bahkan terus meningkat drastis sejak Era Reformasi sementara semakin banyak orang yang berhutang di negara ini, tidak ada pembangunan ekonomi secara riil yang dapat dirasakan masyarakatnya, masyarakat malah dianjurkan untuk berhutang, lalu akhirnya yang ada membayar hutang plus bunganya. Kondisi sosial dan budaya di Indonesia juga semakin memprihatinkan, di mana budaya gotong royong dan kebersamaan semakin lama semakin terkikis dan tak lama lagi akan menjadi legenda belaka jika tidak ada perubahan. Bertambah rusaknya kondisi sosial budaya juga disebabkan merasuknya budaya pop dari pihak asing serta kesenjangan sosial yang semakin melebar, di mana pihak menengah ke atas secara ekonomi akan mendapat fasilitas lebih di negara ini, sementara yang kurang beruntung hanya gigit jari. Jatuhnya kekuatan ekonomi Indonesia juga menyebabkan runtuhnya kekuatan pertahanan keamanan terutama dari segi teknologi, penyediaan alat tempur dan kendaraan – kendaraan tempur penjaga perbatasan. Secara keseluruhan berdasarkan kondisi di atas bisa dikatakan Indonesia adalah negara yang rusak dan lemah, padahal jumlah penduduknya merupakan yang terbesar ke-4 di dunia.
Usaha – usaha untuk memperbaiki kondisi negara ini telah ada sejak lama dan dilakukan berkali – kali oleh pemerintah. Tetapi sayangnya tidak ada yang berefek jangka panjang, kebijakan yang dilakukan kebanyakan hanya berefek sementara, sehingga mirip dengan pepatah “gali lubang tutup lubang”. Maka dalam makalah ini penulis mencoba untuk memberikan berbagai macam alternatif bagi bangsa dan negara ini, karena penulis melihat kurang efektifnya perbaikan – perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini dalam mewujudkan ketahanan nasional dalam pembangunan untuk menghadapi era globalisasi.


2. Maksud dan Tujuan
            Maksud penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan keadaan Indonesia yang sesungguhnya serta memberikan berbagai macam alternatif pemecahan masalah di negara ini yang sesuai dengan nilai – nilai Pancasila serta wawasan nusantara demi pembangunan Indonesia ke arah yang lebih baik dalam berbagai aspek.
            Sedangkan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mencerahkan pola pikir masyarakat Indonesia berkaitan dengan aktualisasi wawasan nusantara dalam kehidupan sehari – hari yang dapat diaplikasikan dalam skala nasional, sehingga akan tercapai Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur seperti yang telah dicita – citakan para proklamator dan para pendiri bangsa kita.



3. Ruang Lingkup
            Untuk membatasi pembahasan masalah penulis hanya akan fokus di sekitar pembahasan mengenai aktualisasi pelaksanaan konkrit wawasan nusantara untuk pembangunan negara ini, yang nantinya akan dibahas di Bab II dalam lima aspek, yaitu aspek ideologi, aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial budaya, dan aspek pertahanan keamanan.

























BAB II
AKTUALISASI PERWUJUDAN WAWASAN NUSANTARA


1. Aspek Ideologi
            Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, “ideologi” berarti kumpulan konsep bersistem yg dijadikan asas pendapat (kejadian) yg memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, atau bisa juga berarti cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Berarti dapat disimpulkan ideologi adalah keseluruhan sistem berpikir, nilai-nilai, dan sikap dasar suatu kelompok sosial atau kebudayaan tertentu. Indonesia sebagai negara berdaulat juga memiliki ideologi, ideologi Indonesia adalah Pancasila dilambangkan dengan Garuda Pancasila. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat. Di dalam Pancasila terdapat lima sila yang membentuknya :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa, dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut
lima berlatar hitam.
Sila pertama ini memiliki butir – butir sebagai berikut :
    1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
    2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
    3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
    4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
    5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
    6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
    7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah.
Sila kedua ini memiliki butir – butir sebagai berikut :
    1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
    2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
    3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
    4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
    5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
    6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
    7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
    8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
    9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
    10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia, dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih.
Sila ketiga ini memiliki butir – butir sebagai berikut :
    1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
    2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
    3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
    4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
    5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
    6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
    7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan, dilambangkan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah.
Sila keempat ini memiliki butir – butir sebagai berikut :
    1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
    2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
    3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
    4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
    5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
    6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
    7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
    8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
    9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
    10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.
Sila kelima ini memiliki butir – butir sebagai berikut :
    1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
    2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
    3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
    4. Menghormati hak orang lain.
    5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
    6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
    7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
    8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
    9. Suka bekerja keras.
    10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
    11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Terlihat di atas bahwa Pancasila berisikan sila – sila yang sangat indah dan terstruktur kuat untuk menjadi pijakan dasar dalam berbangsa dan bernegara. Tetapi telah banyak penyimpangan yang terjadi dalam negara ini jika ditinjau dari sudut ideologi Pancasila ini. Artinya jika memang negara ini negara Indonesia, jika anda memang warga negara Indonesia sudah seharusnya anda bertingkah laku, berpolah, bersikap sesuai dengan nilai – nilai Pancasila.
Penulis menampilkan seluruh butir – butir Pancasila dengan tujuan untuk memperlihatkan Pancasila sebagai landasan wawasan nusantara secara keseluruhan, jika penulis mengutip satu per satu malah akan terkesan tidak komprehensif dalam membahas masalah. Untuk sila yang  pertama, dikatakan Ketuhanan yang Maha Esa, dengan salah satu butir mengatakan, misalnya poin c. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa, di sini terlihat jelas bahwa Pancasila sebagai landasan wawasan nusantara menyatakan bahwa warga negara Indonesia seharusnya saling hormat – menghormati dan bekerjasama meskipun berbeda kepercayaan. Tetapi fakta yang banyak terjadi di negara ini adalah sebaliknya. bukannya saling menghormati malah ada sekelompok penganut agama tertentu yang secara sadar dan di muka umum menghina agama lain, tidak jarang pula terjadi perusakan tempat – tempat ibadah, pembakaran, penjarahan. Dan jangankan bekerjasama, kebanyakan jika sudah berbeda agama akan cenderung terjadi dugaan negatif atau prasangka buruk sehingga yang terjadi hanyalah persaingan individualistis.
Penulis menengarai hal – hal semacam ini terjadi karena adanya sifat menonjolkan agama sendiri dalam kehidupan sosial, bukannya tidak boleh menonjolkan agama, tetapi hendaknya kepentingan bersama lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Selama kewajiban agama tidak ditinggalkan, warga negara Indonesia harus mau bersatu padu demi mencapai tujuan bersama dalam kerjasama meski latar belakang agama berbeda – beda. Dan sejauh yang penulis ketahui, tidak ada larangan dari agama tertentu bagi pemeluknya untuk bekerjasama dengan pemeluk agama lain, jadi sesungguhnya tidak ada dosanya bekerjasama dengan pemeluk agama lain demi kebaikan satu negara. Contoh sederhana di daerah kampung halaman penulis di Tanjungpinang, di sana tidak ada pemukiman khusus agama ini dan itu, yang ada yaitu pembauran tempat tinggal penduduk, tanpa mempertimbangkan agama apa yang dipeluk oleh seorang penduduk, selama penduduk tersebut warga negara Indonesia maka ia bisa tinggal di situ. Nenek penulis yang merupakan seorang penganut Konghucu tidak risih untuk bekerjasama membersihkan jalan kampung bersama – sama dengan tetangga yang beragama Islam, tidak ada pula keterpaksaan saat penulis yang beragama Kristen bergotong royong membersihkan got yang tersumbat bersama tetangga – tetangga yang beragama Buddha, Islam, maupun Hindu. Tidak ada perselisihan paham yang terjadi hanya karena berbeda agama. Saat azan maghrib tiba kami semua masuk menghentikan kegiatan yang berisik supaya tidak mengganggu yang akan menunaikan sholat maghrib. Saat bulan puasa, jika tidak puasa sebisa mungkin tidak makan di depan umum, bukan karena takut dimarahi atau ditegur, tetapi karena hormat, terutama karena merasa satu bangsa, satu negara. Pun saat lebaran tiba penulis dan warga – warga lain yang non-muslim juga kebagian makanan dan minuman khas lebaran seperti ketupat, cendol, dll.
Tetangga penulis yang beragama Kristen jika ada gotong royong di pagi hari maka mereka akan beribadah di gereja saat siang, sehingga kebersamaan dengan warga lain tetap terjamin. Saat Natal mereka juga tidak sungkan berbagi kue dan makanan. Penulis sendiri di kampus tidak pernah sekalipun membeda – bedakan dalam pergaulan hanya karena agama, sekalipun tidak. Penulis berusaha terus terbuka menerima siapa saja untuk bergaul, tidak perlu merasa khawatir akan terjadi yang buruk karena penulis berusaha untuk tidak berprasangka buruk, penulis menganggap semua adalah saudara. Masih banyak contoh lain yang tak dapat penulis sebutkan. Intinya adalah kerjasama antar pemeluk agama benar – benar terasa, kehangatan persaudaraan terasa kental sekali, tidak ada warga yang khawatir jika kekurangan uang saat istri akan melahirkan, atau jika butuh pekerjaan, seolah – olah satu pemukiman itu sebagai tempat segala – galanya. Dalam hal – hal semacam itu lah penulis baru melihat adanya aktualisasi atau perwujudan menjadi nyata wawasan nusantara dalam hal ideologi ini, yaitu hal – hal nyata dari Pancasila yang benar – benar diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
            Tidaklah mustahil hal – hal semacam kisah penulis di atas diterapkan dalam kehidupan di seluruh penjuru nusantara, termasuk di ibukota negara kita yang ruwet ini, Jakarta. Jakarta sebagai ibukota menjadi sasaran pihak – pihak yang menginginkan tampuk kekuasaan seluas – luasnya. Banyak pihak yang telah mengambil kesempatan ini dari awal, terbukti dari begitu banyaknya koruptor dan diktator di masa lalu. Awalnya mereka berjanji akan memperjuangkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat tetapi faktanya ketika mereka berada di tempat berkuasa mereka berbalik badan saat rakyat meminta tolong seraya memberikan alasan – alasan untuk menghindar. Sudah begitu banyak pihak – pihak semacam ini, sampai akhirnya rakyat pun bosan, terutama di Jakarta, rakyat yang muak pada janji – janji ideologis sangat lah banyak. Penulis melihat adanya trauma masa lalu dalam masyarakat sehingga sulit untuk percaya pada hal – hal ideologis lagi, sebagian besar masyarakat kita sudah tenggelam dalam traumanya, takut untuk percaya pada pemerintah lagi, karena terbukti berkali – kali berbohong dan ingkar janji. Penulis berpendapat bahwa inilah yang menjadi ganjalan selama ini, yang membuat aktualisasi wawasan nusantara sangat sulit diterapkan di seluruh Indonesia. Masyarakat yang tidak percaya lagi pada hal – hal ideologis akan sulit menerima niat orang – orang yang tulus memberi dan membantu, orang – orang yang benar – benar ingin melaksanakan Pancasila hanya akan dicurigai banyak orang sebagai janji palsu, pura – pura baik, dll. Padahal untuk mewujudkan wawasan nusantara dapat direalisasikan di seluruh Indonesia adalah dengan memberikan contoh, dengan memberikan teladan ber-Pancasila yang baik. Jadi saat ini yang diperlukan untuk tampil ke publik adalah pioneer atau pelopor aktualisasi wawasan nusantara ini.
            Sementara itu pihak asing secara langsung maupun tidak langsung terus melancarkan propaganda ideologinya, lihat saja ideologi kapitalisme, begitu mewabah di negara ini, semua tergantung pemodal, semua tergantung uang. Ideologi ini sangat bertentangan dengan Pancasila, tetapi pemerintah jelas tidak tegas menangani ini. Masih banyak lagi ideologi – ideologi asing yang masuk dan merebak dalam negara ini, tetapi jika tiap – tiap warga negara dipersenjatakan dengan ideologi yang mantap mengenai Pancasila penulis optimis bahwa negara ini akan kokoh dan kebal dari serbuan ideologi – ideologi asing. Dan ketika bangsa ini sudah kokoh dengan ideologi Pancasila, bangsa ini berarti sudah siap untuk maju dan masuk di kancah internasional, karena jika sudah kokoh dalam ideologi, tidak akan lagi bisa tergoncang – goncang oleh ideologi – ideologi pihak asing.

2. Aspek Politik
            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “politik” berarti pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, atau bisa juga diartikan sebagai segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain. Berdasarkan aspek politik ini ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam implementasi wawasan nusantara yang merupakan perumusan dari sila – sila Pancasila dan UUD 1945 :
  1. Pelaksanaan politik yang dilaksanakan sesuai undang – undang , seperti untuk pendirian Partai Politik, pemilihan Presiden, anggota DPR, atau kepala daerah. Semua itu harus dilaksanakan sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.
  2. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus sesuai dengan hukum yang berlaku. Dasar hukum harus sama bagi setiap warga negara tanpa pengecualian dalam bentuk apapun. Produk hukum dapat pula diterbitkan oleh provinsi atau kabupaten dalam bentuk peraturan daerah selama tidak bertentangan dengan hukum nasional.
  3. Mengembangkan Hak Asasi Manusia dan pluralisme.
  4. Memperkuat komitmen politik yang dijanjikan oleh Partai Politik sejak awal dibangun, dan berlaku juga untuk lembaga pemerintahan untuk meningkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan, dan untuk meningkatkan kepercayaan publik.
  5. Meningkatkan peran politik internasional Indonesia dan memperkuat pasukan diplomatik Indonesia baik di berbagai belahan dunia maupun di wilayah Indonesia terutama di pulau – pulau terluar dan pulau – pulau kosong.

Secara garis besar lima poin di atas sudah bisa mewakili implementasi wawasan nusantara dalam aspek politik. Namun semua poin di atas terbantahkan di lapangan, banyak fakta di lapangan menunjukkan keterbalikan dari apa yang dicita – citakan di atas.
Lihatlah fakta pemilihan kepala daerah yang menggunakan uang sebagai umpan supaya dipilih, sudah menyalahi poin pertama di atas. Lihatlah pula fakta bahwa hanya karena memungut buah randu sisa panen, Manisih ( 39 ), dituntut 7 tahun penjara, sedangkan Gayus Tambunan yang korup bermiliar – miliar malah bisa melenggang bebas ke mana – mana. Lalu di mana dasar hukum yang sama? Tengok juga fakta bahwa masih banyak kekerasan terhadap wanita dan anak – anak, baik seksual, mental, maupun fisik. Lalu di mana itu Hak Asasi Manusia? Bahkan kasus Munir pun sudah bertahun – tahun lamanya belum terselesaikan dengan tuntas. Memperkuat komitmen politik Partai Politik? Terlihat dengan jelas bahwa komitmen Partai Politik di awal – awal berdiri hanya gombal belaka, awalnya mereka dengan lantang mengatakan akan memperjuangkan nasib rakyat, hati nurani rakyat, semua dengan embel – embel rakyat, tapi buktinya lihat sekarang rencana pembangunan gedung DPR yang baru senilai 1,7T hanya ditolak oleh satu fraksi pada saat rencana tersebut digulirkan, tetapi sekarang bahkan malah semua fraksi setuju untuk membangun gedung baru. Lalu di mana komitmen politik di awal – awal masa berdirinya partai – partai politik tersebut? Lebih miris lagi jika kita melihat peranan politik Indonesia di kancah internasional. Indonesia tidak punya posisi tawar tinggi di mata internasional, mata uang yang lemah, kekuatan tempur yang lemah, menyebabkan bangsa ini dipandang rendah, bahkan oleh negara tetangga sendiri yang mengaku - ngaku saudara serumpun. Lihatlah kasus Sipadan-Ligitan di mana Malaysia dimenangkan oleh Mahkamah Internasional atas kepemilikan kedua pulau tersebut, jelas terlihat bahwa Indonesia tidak punya wibawa di dunia internasional. Ditambah lagi dengan kejadian sengketa Ambalat, seolah – olah Indonesia dianggap tidak berani melawan Malaysia. Jika negara lain sudah berani memandang sedemikian rupa berarti kedaulatan negara kita terancam, tetapi lagi – lagi pemerintah tidak bisa berbuat banyak.
Lalu apa yang harus dilakukan berkenaan dengan aktualisasi wawasan nusantara dalam aspek politik? Adalah dengan mempunyai sikap politik yang pasti dalam membangun negara maka suatu negara dapat melakukan pembangunan dengan lebih fokus untuk memperkuat dirinya sendiri terlebih dahulu, setelah secara internal Indonesia sudah mumpuni pasti negara – negara lain akan segan menghadapi Indonesia. Jika sudah kuat dan disegani, Indonesia dapat melancarkan legitimasinya ke seluruh belahan dunia. Sekarang ini pemerintah morat – marit, tidak ada arah yang jelas mengenai harus ke mana negara ini. Semua instansi pemerintah sepertinya sibuk dengan urusan pribadinya masing – masing, masalah gaji, fasilitas, dan kemewahan selalu dipermasalahkan. Padahal menjadi pejabat dan wakil rakyat sejatinya adalah mengabdi, hanyalah tentang pengabdian. Dari pengabdian politik lah wakil rakyat dapat menunjukkan kualitas kepemimpinannya. Dari pengabdian juga wakil rakyat bisa dengan sadar merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya. Seharusnya pemerintah Indonesia mengedepankan kepentingan rakyat dalam setiap rencana pembangunannya, dengan memanfaatkan potensi rakyatnya yang besar, dengan membangun SDM-nya, dengan membangun sarana- prasarana untuk peningkatan kualitas SDM. Sebagai negara dengan ekonomi lemah harusnya bangsa Indonesia belajar untuk hidup lebih sederhana, terutama untuk pejabat – pejabatnya. Gedung baru nan mewah tidak perlu, yang penting ada lantai, dinding, dan atap untuk bekerja itu sudah lebih dari cukup. Mobil – mobil mewah tidak lah perlu, kenapa tidak menggunakan jasa angkutan umum saja? Sesungguhnya hal – hal semacam ini bukan hanya berlaku untuk pejabat atau wakil rakyat saja, tetapi untuk seluruh warga negara Indonesia, tidak ada salahnya berhemat untuk kebangkitan dan pembangunan lebih lanjut negara ini. Ingat bahwa negara ini adalah milik seluruh warga negara Indonesia, negara ini bukan hanya milik politikus atau wakil rakyat saja, jadi sebagai rakyat kita berhak untuk berpolitik juga, untuk mengambil sikap atas sesuatu yang terjadi di negara ini, terlebih lagi kita juga perlu mengambil tindakan, bukan hanya bersikap. Bukankah action speaks louder than word?
Jadi aktualisasi dalam aspek politik di sini lebih cenderung bersifat euforia karena sulit sekali untuk ditegakkan secara besar - besaran, sangat sulit jika melihat kondisi politik Indonesia sekarang ini. Tetapi tetap tak ada salahnya dicoba, karena untuk menggerakan sesuatu secara besar – besaran harus dimulai dari yang beberapa terlebih dahulu.

3. Aspek Ekonomi
            Secara teori ekonomi negara Indonesia pada saat ini terbilang cukup kuat karena Produk Domestik Bruto meningkat sebesar 5.8% pada triwulan III tahun 2010 jika dibandingkan dengan triwulan III 2009 dan diperkirakan akan bertumbuh 6.4% pada akhir triwulan 2011. Tapi sayangnya semua itu hanya berlaku di atas kertas, karena pada faktanya, pertumbuhan lapangan pekerjaan sangat kurang jika dibandingkan dengan pencari tenaga kerja. Kebanyakan data yang disampaikan pemerintah dalam hal ekonomi sangat lah tidak akurat atau tidak sesuai dengan apa yang terjadi sesungguhnya di negara ini, atau bahkan sangat tidak logis. Dikatakan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi 5.8% tetapi sampai saat ini bahkan tingkat kemiskinan tidak berubah hanya berada pada kisaran 14.15% sejak 2009. Lalu apa artinya pertumbuhan ekonomi sampai sekian persen kalau ternyata tidak membawa dampak positif bagi perubahan tingkat kemiskinan ke arah yang lebih baik? Itu artinya ada yang tidak beres dengan pola pengurusan ekonomi di negara ini.
            Secara wawasan nusantara implementasi dalam aspek ekonomi dapat dilakukan melalui hal – hal sebagai berikut :
  1. Negara Indonesia memiliki begitu banyak potensi – potensi yang secara ekonomi sangat bernilai tinggi, seperti kekayaan alam, kekayaan Sumber Daya Manusia, serta didukung oleh sumber daya kelautan yang begitu luasnya akan lebih menguntungkan secara ekonomi jika Indonesia berorientasi pada sektor kelautan, pertanian, dan industri.
  2. Pembangunan dalam bidang ekonomi harus mempertimbangkan keseimbangan tiap – tiap daerah sebagai satu kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu otonomi daerah sangat harus dilakukan.
  3. Pembangunan ekonomi tentulah harus melibatkan rakyat, karena rakyat lah yang menggerakkan roda perekonomian suatu negara.

Potensi alam dan SDM Indonesia yang begitu besar membuat penulis heran kenapa ekonomi negara ini masih morat – marit. Penulis membayangkan dan mengkalkulasikan betapa sederhananya jika saja pemerintah berkomitmen fokus untuk membuat satu atau dua saja lini produk berbasis industri demi terserapnya semua SDM Indonesia yang menganggur, SDM tidak perlu yang berijazah tinggi – tinggi, dengan diberikan pelatihan khusus untuk mengerjakan suatu produk saja sudah cukup bagus, sehingga SDM tersebut bisa langsung dipakai di industri produk yang berkaitan. Hanya saja sepertinya tidak ada komitmen atau mungkin pikiran untuk ke arah sana. Pada Februari 2010 saja ada 116 juta angkatan kerja Indonesia, jika 10 juta orang saja yang menganggur dilatih untuk memproduksi misalnya ikan kalengan pemerintah bisa mendirikan satu pabrik pengalengan ikan yang besar dengan nilai ekonomi yang fantastis. Untuk meningkatkan ekonomi negara harus sedikit diktator, kenapa SDM tidak langsung dididik untuk menjadi tenaga industri saat berada di bangku SMA misalnya, sehingga tidak perlu ijazah tinggi – tinggi hanya untuk mencari kerja. Terlebih lagi negara kita 2/3 nya adalah laut, tentu sumber daya kelautan sudah tidak perlu mengimpor dari luar lagi. Dan ke depannya berikan insentif bagi nelayan, supaya nelayan sejahtera. Sangat disayangkan bahwa laut yang 2/3 dari seluruh wilayah Indonesia tidak termanfaatkan dengan optimal.
Keseimbangan tiap – tiap daerah juga sangat penting untuk dijaga agar tidak terjadi kelebihan penduduk di suatu daerah yang berniat mencari kerja. Karena selama ini sangat jelas terlihat, kota Jakarta menjadi tujuan hampir semua pencari kerja. Karena minimnya pendapatan yang diterima dari sektor – sektor selain keuangan dan jasa membuat para pencari kerja lebih senang mencari kerja di daerah – daerah elit perkotaan. Padahal menciptakan lapangan kerja berbasis kelautan dan pertanian juga masih sangat memungkinkan di daerah – daerah lain yang cukup terisolir, sehingga tidak perlu semua pencari kerja datang ke kotakota besar. Industri kelautan bisa dibangun di Sulawesi dengan potensi laut yang luar biasa. Industri pertanian bisa juga digalakkan di daerah Papua. Serta pertambangan di daerah – daerah yang belum tereksplorasi kekayaan alamnya. Semua itu berpotensi untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang baru, yang bisa langsung menyerap tenaga kerja yang ada di sekitar daerah itu. Pemerataan pun akan terjadi dan semua sektor ekonomi dapat meningkat secara bersamaan, jadi tidak ada yang paling menonjol sendiri. Hal semacam ini juga berguna jika terjadi masalah pada salah satu sektor ekonomi yang diakibatkan oleh gejolak internasional. Misalnya, jika keuangan tergoncang oleh krisis global masih ada pertanian dan kelautan yang masih bisa menopang ekonomi negara.
Terlibatnya rakyat tentu harus, tanpa rakyat pemerintah tidak bisa menjalankan kebijakan ekonomi, tanpa partisipasi rakyat negara akan lumpuh. Berikan dana bagi masyarakat, bila tidak memungkinkan berikan kredit bagi usaha kecil menengah agar masyarakat dapat memperluas usahanya. Dan juga kebijakan semacam itu dapat menstimulasi masyarakat untuk membuka usaha dan langsung berkutat dalam perekonomian. Di Amerika, rasio pengusaha dengan jumlah penduduk adalah 12%, artinya dari 309.24 juta orang ada sekitar 37 juta pengusaha. Sedangkan di Indonesia rasionya adalah 0.18% atau hanya 400 ribu pengusaha dari sekitar 230 juta penduduk. Rata – rata rasio untuk negara maju adalah 2%, Indonesia masih jauh di bawah itu. Perlu diketahui bahwa Amerika Serikat bisa mencapai angka 12% tersebut bukanlah dengan mudahnya. 50% dari 37 juta pengusaha di negara itu pernah mengalami kebangkrutan minimal 2 kali, dan mereka tidak menyerah, tetapi mulai berusaha lagi. Ditambah lagi dengan kemudahan akses kredit yang diberikan lembaga – lembaga keuangan. Sehingga jika kita mau seperti Amerika atau lebih dari itu tentu bisa, asal syarat yang pertama terpenuhi terlebih dahulu, pantang menyerah.
            Sebenarnya permasalahan ekonomi adalah permasalahan jangka panjang yang harus diselesaikan dengan solusi jangka panjang pula. Tidak ada solusi jangka pendek yang dapat memberikan efek positif untuk jangka panjang. Kesejahteraan, kemakmuran secara ekonomi adalah bersifat jangka panjang, secara terus menerus, untuk itu perlu dijalankan solusi yang bersifat jangka panjang, dan terus menerus. Salah satunya dengan cara peningkatan kualitas SDM secara terus menerus, kualitas mental adalah yang terutama. Untuk memulai bisnis diperlukan mental baja, soft skill sangat berpengaruh dalam hal ini, hard skill hampir tidak terpakai, kalaupun dibutuhkan hard skill bisa dipelajari dalam waktu relatif singkat. Tetapi soft skill haruslah dilatih. Dan sebenarnya soft skill tidak perlu dilatih dengan mendatangkan ahli dari luar negeri, dari Pancasila sendiri jika diamalkan dengan saksama akan melatih soft skill SDM kita. Kualitas SDM berpengaruh terhadap kualitas produk, kualitas produk berpengaruh terhadap daya saing, daya saing yang mumpuni akan membuat kita bisa bertahan di gelanggang internasional, sehingga ekonomi kita akan kuat.

4. Aspek Sosial Budaya
            Sosial Budaya sendiri sejak zaman Era Reformasi makin ambruk dan rusak saja, budaya pop dari luar negeri masuk dengan segala macam kecanggihannya yang memabukkan, kesenjangan sosial akibat budaya kapitalisme juga merusak tatanan kehidupan bermasyarakat kita. Lalu apa yang harus dilakukan melalui implementasi wawasan nusantara dalam aspek sosial budaya ini? Berikut yang perlu diperhatikan :
  1. Mengembangkan kehidupan yang serasi dan selaras dengan butir Pancasila kita yang mengedepankan kesederhanaan. Sehingga perbedaan secara ekonomi tidak menonjol dan secara sosial juga akan terjadi perlakukan yang merata.
  2. Pengembangan budaya Indonesia, selain untuk melestarikan budaya Indonesia juga dapat dipromosikan ke seluruh dunia, agar dunia tahu, bahwa Indonesia itu indah. Kebudayaan kita juga dapat dijadikan aset pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional secara keseluruhan, dan daerah sesuai dengan kebudayaan daerah yang dipromosikan.

Kehidupan yang serasi dan selaras dengan butir Pancasila dapat penulis gambarkan di sini sebagai kehidupan yang bersahaja dan sederhana, tanpa foya – foya dan membeli barang – barang yang tidak terlalu diperlukan. Mengutip Sila kelima butir ke g. di halaman 6 :” g. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah”. Penerapan dari butir Pancasila ini tak lain adalah untuk mengurangi atau menekan tingkat ketimpangan sosial yang terjadi belakangan ini. Misalnya ketika Tuan A sang pengusaha membeli mobil mewah yang baru, tak sengaja tetangganya, Tuan B yang pegawai negeri melihat dan iri, mulailah timbul dengki dan rasa tak suka, dari pihak Tuan A si Tuan B dianggap hanya bisa iri tanpa mau usaha lebih, sementara si Tuan B menganggap Tuan A sombong sekali memamerkan mobil mewahnya. Dari hal – hal sepele semacam ini timbul ketimpangan sosial yang kentara. Penulis sendiri awalnya tidak menyadari akan hal ini, hal – hal sepele ini ternyata jika terjadi terus menerus sejak reformasi sampai sekarang dan terjadi pada banyak orang akan menimbulkan stigma negatif yang umum terhadap kedua belah pihak, pengusaha dan pegawai. Sekarang ini dianggap bahwa pengusaha itu penipu, cepat kaya karena menipu, setelah kaya jadi sombong, akhirnya ada sebagian besar masyarakat kita yang benci pengusaha. Sementara itu di pihak lain ada yang mengatakan pegawai itu cuma makan gaji dan tak tahu rasanya bersusah payah membangun usaha dari nol, selalu hidup susah dan tak mau berusaha lebih. Dari stigma – stigma ini akhirnya mulailah terpecah antara dua kubu, kubu yang dianggap kaya dan kubu yang dianggap miskin. Sebenarnya kehidupan semacam ini sangat dipengaruhi oleh ekonomi. Dan terlebih lagi pengaruh yang lebih besar datang dari budaya teknologi asing yang menjanjikan kenyamanan dan kenikmatan inderawi, sehingga asas – asas Pancasila pun tergantikan oleh hal – hal semacam itu. Tetapi sesungguhnya hal – hal semacam ini bisa dihindari sedari awal mungkin. Contohnya saat punya uang janganlah dipamerkan, jangan ada pikiran bahwa orang lain harus tahu bahwa saya kaya secara finansial, dalam Pancasila itu sangat dilarang. Tidak ada salahnya kita hidup sederhana, jika sewaktu – waktu tetangga butuh bantuan kita bisa membantu mereka, sebaliknya pun begitu. Selain itu juga harus dikembangkan tenggang rasa, bukankah indah bisa berbagi saat susah dan senang bersama – sama. Sebagai warga negara yang taat Pancasila harusnya semua warga negara Indonesia dianggap sebagai saudara, sehingga jika ada yang kesulitan harus lah dibantu, bukan malah ditindas dan dimanfaatkan. untuk itu diperlukan aktualisasi butir – butir Pancasila dalam kehidupan sosial kita.
Anda tentu tak asing lagi jika mendengar Malaysia berkali – kali mencuri budaya kita, mulai dari Keris, Reog Ponorogo, Batik, Wayang Kulit sampai Tari Pendet. Sebenarnya hal itu hanya membuktikan bahwa Malaysia itu tidak berkebudayaan, sampai – sampai harus mengambil punya orang untuk diakui. Jangan sampai negara kita seperti itu, mumpung negara kita masih punya kebudayaan asli ya harus dijaga. Jangan sampai sudah hilang nanti baru dicari – cari, jangan sampai sudah tidak punya kebudayaan pada akhirnya mencuri kebudayaan orang lain, jangan sampai kita jadi seperti Malaysia. Seharusnya kebudayaan Indonesia dari Sabang sampai Merauke diajarkan kepada anak didik dari SD sampai perkuliahan, agar sebagai bangsa Indonesia kita tidak lagi malu mengenakan atribut – atribut budaya bangsa kita. Jangankan melestarikan, kadang – kadang mengenakan atribut kebudayaan kita saja anak – anak muda zaman sekarang masih malu – malu. Disuruh pakai batik saja masih malu – malu, malah kadang – kadang ditutup sama jaket saat di jalan, seolah menggunakan batik adalah hina. Alhasil, percaya diri memakai batik muncul hanya saat acara pernikahan dan acara resmi lainnya. Dengan mental yang seperti ini bagaimana mau melestarikan budaya Indonesia? Sementara budaya pop dengan segala macam atributnya melenggang masuk ke negara ini dan menyebarkan virus – virus pop-nya yang membius anak – anak muda zaman sekarang. Lihatlah produk laptop, internet, handphone, blackberry, dll. Semua produk tersebut menjanjikan memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, sehingga mereka mulai melupakan Pancasila. Contoh, daripada bertemu langsung dan bicara dengan ahlinya, mereka lebih senang mencari materinya di Google. Daripada berlama – lama menulis dan mengirim surat mereka lebih senang sms-an. Daripada masuk ke kelas dan mendengarkan dosen, mereka lebih senang belajar lewat komputer. Bahkan anak – anak muda zaman sekarang cenderung lebih menyukai lagu – lagu luar negeri ketimbang lagu dalam negeri, kalaupun suka paling hanya lagu pop. Lagu kebangsaan bahkan banyak yang lupa lirik dan nadanya, lagu daerah apalagi. Yang disenandungkan sekarang di mulut anak – anak muda bukan lagu kebangsaan ataupun lagu daerah lagi, tetapi hanya berkisar Justin Bieber, Bruno Mars, Won Bin, Jay Chou, serta sederet artis – artis budaya pop lainnya yang terus mengumandangkan budaya pop dengan tema cinta kekasih, cinta bertepuk sebelah tangan, cinta berpijak sebelah kaki, cinta monyet, cinta pada pandangan pertama, putus-nyambung, dan masih banyak lagi. Sebaliknya cinta pada Tuhan, cinta pada orangtua, cinta pada adik dan kakak, cinta pada guru dan sekolah, cinta pada negara dan bangsa, cinta pada bahasa nasional, cinta pada pembangunan bangsa sudah jarang terpikirkan oleh anak – anak muda zaman sekarang. Solusinya adalah dengan memberikan penjelasan yang baik bahwa sesungguhnya mereka adalah warga negara Indonesia, sehingga mereka harus taat pada Pancasila dan UUD 1945, bukan pada budaya pop. Bahwa mereka juga punya andil penting, bahwa tiap usaha dari mereka untuk negara ini adalah penting, sekecil apapun adalah penting. Bahwa mereka adalah penerus dan pemimpin negara ini di masa yang akan datang. Jika semua anak mudanya lebih cinta diri sendiri dan budaya pop, saat orang tua mati semua mau jadi apa bangsa ini? Untuk melawan budaya pop ini tentu saja harus menggunakan Pancasila, dengan mengaktualisasikan butir – butir Pancasila ke dalam kehidupan sehari – hari anak muda zaman sekarang. Daripada nongkrong – nongkrong tidak jelas lebih baik diarahkan untuk melakukan kegiatan bakti sosial di lingkungan kruang mampu. Daripada main game lebih diarahkan untuk mengembangkan bakat dan skill. Daripada shopping lebih baik bantu – bantu orangtua di rumah. Daripada keluyuran tidak jelas tidak ada salahnya membuka les privat untuk anak – anak SD, membantu mencerdaskan bangsa. Daripada menciptakan lagu pop, lebih baik menciptakan lagu untuk orangtua, untuk bangsa dan negara, untuk para pahlawan, untuk proklamator, untuk kebangkitan bangsa. Banyak sekali hal – hal konkrit yang bisa dilakukan berkenaan dengan aktualisasi wawasan nusantara ini. Tidak lah terlalu rumit, asalkan ada pelopor, penulis optimis bangsa ini bisa menjadi yang terbaik di dunia.
Ingatlah bahwa budaya pop tidak selalu mendukung untuk melangkah ke Era Globalisasi. Justru dengan tetap memakai keunikan budaya Pancasila Indonesia bisa tampil beda dan berani di panggung internasional, tidak sama dengan negara lain, dan berani mempertahankan orisinalitasnya. Di situ lah letak kebanggaan kita nantinya jika budaya Indonesia bisa disanjung dan dihormati di seluruh dunia.

5. Aspek Pertahanan Keamanan
            Di dalam latar belakang sudah disinggung bahwa negara kita sangat kekurangan dalam pertahanan dan keamanan. Terutama dalam hal sarana dan prasarana pertahanan. Negara yang besar haruslah memiliki daya tahan yang kuat pula. Barulah negara itu bisa diibaratkan seperti batu karang besar yang tahan banting. Indonesia adalah negara yang sangat besar, tetapi pertahanannya kurang, penulis mengibaratkannya sebagai tahu raksasa, saat dilempari batu tercerai berai semuanya.
            Lepas daripada itu banyak hal yang bisa dilakukan demi perbaikan dan peningkatan kualitas pertahanan bangsa ini menghadapi Era Globalisasi dunia ini. Jika tidak dilakukan perbaikan penulis khawatir Indonesia suatu saat bisa seperti Libya yang dibombardir oleh pasukan Sekutu dengan semena – mena sampai menewaskan rakyat sipil. Penulis khawatir kalau – kalau Indonesia nantinya hanya akan jadi ladang percobaan senjata – senjata canggih negara – negara superpower.
            Untuk mengatasi hal – hal itu tidak lah mustahil jika hal – hal berikut diperhatikan sedini mungkin :
  1. Pembangunan pertahanan dan keamanan bukanlah tugas TNI dan Polri semata, rakyat juga harus turut berperan aktif melakukan hal – hal yang bersifat membangun pertahanan.
  2. Rasa persatuan perlu dijunjung tinggi mengingat daerah negara kita terpisah – pisah oleh laut. Ancaman bagi suatu daerah adalah ancaman bagi keseluruhan nasional. Rasa ini bisa dijunjung tinggi dengan meningkatkan solidaritas.
  3. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.

Pertahanan dan keamanan secara resmi memang menjadi tugas pokok TNI dan Polri. Tetapi secara kebangsaan tiap – tiap warga negara berkewajiban untuk melindungi negara dari segala ancaman. Sehingga perlu dilakukan peranan aktif dari masyarakat, yang paling awal bisa dimulai dari diri sendiri, dengan menerapkan disiplin dalam hidup, melatih fisik, belajar bela diri, dan belajar ketentaraan juga sangat dianjurkan.
Rasa persatuan sangat penting, bahkan yang paling mendasar dari pertahanan suatu kelompok atau negara adalah rasa persatuan dan kerjasama. Sebaliknya rasa indivualisme akan meruntuhkan kebersamaan dan ujungnya akan berakibat pada kehancuran negara. Rasa sendiri – sendiri ini yang belakangan mewabah, sehingga rasa persatuan sudah sangat luntur dan sulit untuk mempersatukan lagi secara massal. Sehingga harus dilakukan persatuan dengan negara terlebih dahulu oleh individu, barulah kemudian rasa cinta negara yang sama – sama dirasakan oleh tiap – tiap individu akan melahirkan solidaritas mengingat bahwa tujuan tiap individu adalah sama, yaitu pembangunan dan kesejahteraan negara.
TNI yang profesional tentu sangat dibutuhkan, tapi selain sumber daya manusianya, fasilitas – fasilitas dan kendaraan – kendaraan tempur TNI juga perlu disediakan oleh pemerintah dengan cukup memadai. Tidak perlu beli dari luar negeri jika mahal. Kita juga bisa buat sendiri, IPTN sudah membuktikan itu. Untuk pertahanan sendiri kita tidak perlu beli dari luar, dengan membeli dari luar berarti kita telah memberi tahu kepada negara lain berapa level pertahanan dan daya tempur yang kita punya.
Pertahanan dan Kesejahteraan tidak dapat dipisahkan, negara yang pertahananannya solid akan terjamin kesejahteraannya. Jika sudah sejahtera negara akan mampu memasok pertahanan dengan teknologi – teknologi yang lebih canggih dan mumpuni.






















BAB III
PENUTUP


1. Kesimpulan
            Dari uraian penulis di atas dapatlah disimpulkan bahwa suatu negara tidak dapat berdiri dan melangkah dengan sebagaimana mestinya tanpa pengamalan dari nilai – nilai yang dipegang dari awal negara tersebut berdiri. Begitu juga untuk Indonesia, dalam perjalanannya menuju Era Globalisasi dibutuhkan aktualisasi perwujudan wawasan nusantara yang diamalkan dalam berbagai aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan aktualisasi dari wawasan nusantara yang bersumber dari Pancasila dan UUD 1945 ini harus terus ditanamkan dan digulirkan sedemikian rupa sehingga tidak berhenti di satu generasi saja, melainkan terus hidup dari tiap generasi ke generasi, menciptakan ciri khas negara dalam Pancasila, dari awal Negara Kesatuan Republik Indonesia ini berdiri dan sampai selama – lamanya.

2. Saran
            Saran penulis bagi pemuda – pemudi bangsa Indonesia, tetaplah semangat meski keadaan tidak mendukung, tetap menjunjung tinggi bahasa, bangsa, dan tanah air Indonesia. Dan jangan hanya bisa menghafal Pancasila bahkan sampai ke butir – butirnya tetapi tidak dilaksanakan secara nyata. Tanggalkanlah atribut – atribut budaya asing, sebaliknya peliharalah budaya Indonesia. Hidup lah berdasar Pancasila dan UUD 1945.
            Saran bagi pemerintah dari penulis, janganlah hanya diam saat rakyat kesusahan, jangan hanya demi kenyamanan individu atau kelompok tertentu anda rela mengorbankan hati nurani rakyat. Pemerintah adalah pengabdi pada konstitusi negara, jangan menyalahi Pancasila dan UUD 1945. Setia lah pada bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar